Info KG

>

#CumadiKG

#CumadiKG

Pak Jakob dan Terapi Alternatif

AGATHA TRISTANTI

Corporate Branding Analyst - Dipublikasikan

Pertemuan saya dengan Pak Jakob cukup intens di usia senjanya. Setidaknya dalam seminggu bisa dua kali saya ke ruangan bapak kita ini. Bukan untuk urusan laporan redaksi. Bukan juga laporan keuangan, atau laporan perkembangan proyek membangun gedung. Bukan itu.

Saya hanya karyawan biasa, dari sekian ribu karyawan Kompas Gramedia. Saya bergabung dengan KG tahun 1989, kontrak dulu setahun lalu diangkat tahun ‘90 di Bagian Bangunan Divisi Umum, Palmerah. Waktu itu berkantor di rumah eks vihara, sekarang jadi pos pintu masuk/keluar Palmerah Barat ke Palmerah Selatan. Kepala Bagiannya Mas Ignatius Sunarko (alm.), sedangkan Kepala Divisinya Mas Al. Sugito.

Jadi, kedatangan saya ke ruangan Bapak bukan untuk laporan perkembangan membangun gedung (background saya ‘engineer’ tukang), melainkan untuk melakukan terapi alternatif, pijat akupresur (refleksi). Jadwal terapi beliau Senin dan Kamis, karena Jumat biasanya Bapak di rumah.

Mbak Etty akan menelepon ke ruangan saya (di gedung CFM), dan bilang, “Mas Dasion, naik ya... Bapak udah nunggu.” Saya lantas pamit ke atasan saya, Mas Joko Tegolelono, dan ia sudah tahu kalau saya ke lantai 5, bertemu Bapak.

Pijat akupresur memang sudah biasa dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari terapi kesehatan. Pak Jakob percaya itu. Suatu ketika beliau pernah bilang, “Saya kasih kamu ruangan ya, buat terapi karyawan.” Sejak saat itu, saya sering melakukan terapi untuk karyawan, berpindah dari ruang kerja bagian ini ke ruang kerja unit itu. Banyak karyawan yang merasa terbantu. Bila karyawan sehat, perusahaan juga sehat.

Perkenalan saya dengan Bapak awalnya tidak sengaja. Pada 2011, tak disangka saya mendadak “jadi bisa” melakukan terapi akupresur ini. Menurut ilmu refleksi, di telapak tangan kita ada banyak titik yang adalah tipologi dengan telapak kaki. Kebetulan saya “dapat kemampuan” refleksi telapak tangan. Jadi, sangat simpel, mudah, bisa dilakukan anywhere, anytime; bisa di kantin, ruang kerja, parkiran mobil, di mana saja. Tidak repot bila dibandingkan dengan refleksi kaki. Terapi saya pun hanya butuh waktu 15 menit. Tapi sewaktu dipijat, sakitnya luar biasa.

Saya bukan siapa-siapa. Bukan dokter atau terapis terkenal. Saya salah satu karyawan yang membantu menjaga kesehatan Bapak. Mas Priyo Utomo-lah yang membukakan jalan untuk ketemu Bapak. Mas Priyo memperkenalkan saya ke Pak Irwan. Beliau pun kaget, “Kok Mas Dasion bisa?” Padahal saya sering bertemu Pak Irwan di rapat proyek Allianz Tower, kampus UMN, dan lain-lain; tapi soal terapi Pak Irwan baru tahu. Beliu-lah yang lantasi mempertemukan saya dengan Bapak.

Sejak itulah saya rutin melakukan terapi untuk Bapak, setiap kali selama 30 menit. Sekitar jam sembilan saya ke ruangan Mbak Etty. Kadang harus menunggu sebentar bila ada yang datang memberi laporan atau ada tamu dari luar. Saya menunggu sambil menikmati secangkir kopi yang disediakan Mbak Etty, atau kadang mengobrol dengan Mas J. Osdar. Setelah dipanggil masuk, Bapak sudah siap menyodorkan tangannya. Pak Jakob mencoba menjaga kesehatan dengan terapi pijat ini.

Selama terapi, Bapak sering bercerita tentang perusahaan. Saya mendengarkan, kadang menimpali. Beliau lebih sering cerita tentang kisah mendirikan koran, majalah, toko buku, hotel, dan lain-lain. Saya menanggapi sebisanya saja saja. Kadang juga Bapak mengajak ngobrol soal politik Indonesia. Itulah upayanya untuk mengalihkan rasa sakit saat titik yang bermasalah “kena” pijat. Di telapak tangan itu banyak titik organ tubuh (jantung, lambung, hati, ginjal, empedu, paru-paru, usus besar, dan lainnya). Titik-titik itu dipijat sebagai terapi organ biar sehat.

Pak Jakob percaya kita lahir dengan kondisi organ tubuh 100% fit. Tapi karena pola makan, gaya hidup, atau konsumsi obat berkepanjangan, maka organ-organ tubuh itu berkurang fungsinya. Bisa tinggal 50% saja, atau bahkan rusak. Terapi akupresurlah yang membuat saya bisa dekat dengan Bapak.

Ketika Bapak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Mas Fajar Ramadhan, Wartawan Kompas.id, mendekati dan menyapa saya. Rupanya ia melihat saya tunduk mencium salib di pusara Bapak saat pemakaman sudah sepi pelayat, hanya tinggal teman-teman kru KompasTV. Mas Fajar bertanya siapa saya dan apa kesan saya tentang Bapak. Dari wawancara singkat itu, ia menulis tentang saya yang seorang karyawan dan sering bertemu Bapak lewat jalur terapi alternatif pijat akupresur, sampai saya purnakarya sejak November 2019.

Saya sungguh merasa kehilangan Bapak karena beliau begitu baik kepada kami karyawannya. Saya menghormati beliau dan bahkan menamai anak saya Yacob, mengambil dari nama Jakob Oetama dan ayah mertua saya, Jakob Putuhena. (Petrus B. Dasion/P21911284 - Purnakarya Land and Building Division – Palmerah)