Kamis, 1 Februari lalu terlihat ‘kesibukan’ di salah satu ruangan markas Paguyuban Purnakarya Kompas Gramedia (PPKG) di Palmerah. Seorang pria terlihat tengah berbincang dengan seorang perempuan paruh baya.
Pria itu adalah Agustinus Bagyo Santoso atau yang biasa dipanggil Mas Bagyo. Dan, ternyata bukan sekedar perbincangan lho, tetapi Mas Bagyo tengah menggali informasi untuk menemukan penyebab keluhan yang diderita ‘pasien’nya. Semacam anamnesa kalau di kalangan medis. Selanjutnya, Mas Bagyo akan melakukan terapi berupa transfer energi.
Pensiun dari Kompas Gramedia tahun 2010, Mas Bagyo memperdalam ilmu penyembuhan dengan mempelajari metode penyembuhan Lin-Chi dari Tibet. Tak cukup dengan itu, ia juga mengasah ilmu akupunktur dari Banten dan teknik Xenky dari Tiongkok. Metode Xenky ini pernah diterapkan untuk penyembuhan kanker yang diidap Titik Puspa.
Ketiga metode ini oleh Mas Bagyo kemudian diramu sendiri menjadi metode yang kini dipraktekkan di PPKG. Hampir 15 tahun mempelajari beberapa cabang ‘ilmu’ penyembuhan, Mas Bagyo akhirnya resmi menyandang status sebagai ‘Master Penyembuhan’. Prinsip terapinya adalah melakukan transfer energi positif dan membuang energi negatif, seperti yang sudah banyak dilakukan baik di kalangan medis maupun non medis.
Sebagai ilustrasi, ilmu medis, energi, dan ilmu listrik memiliki prinsip yang sama. Pada ilmu medis, apabila kita banyak mikir hal-hal negatif, maka yang keluar dari tubuh kita adalah hormon kortisol yang jika berlebihan akan merusak sistem tubuh. Jadi, bagaimana kita harus selalu bahagia agar yang keluar hormon endorfin (bahagia).
Energi pun sama, apabila pikiran kita negatif terhadap apa saja dan terakumulasi, maka kita akan jatuh sakit. Selama fisik masih kuat, bisa dibilang mungkin tidak apa-apa. Namun jika terakumulasi, tubuh akan jatuh sakit.
Begitu juga ilmu listrik. Ada frekuensi yang memicu resonansi/getaran. Itu sebabnya kenapa bisa sembuh dengan terapi energi jarak jauh, tetapi harus terukur. Karena kalau kelebihan energi, bisa terjadi osilasi (meledak).