Wellbeing Articles

Counseling

COUNSELING

Squat Jump Bisa Meninggal, Hoaks atau Fakta?

Pemberitaan meninggalnya siswa di Deli Serdang, Sumatera Utara meluas hingga ke luar negeri. Siswa ini dikabarkan memilih hukuman squat jump karena tidak mengerjakan tugas. Keesokan hari usai menjalani hukuman, siswa mengeluh nyeri tungkai dan demam. Setelah menjalani pengobatan di klinik setempat dan tidak kunjung sembuh, siswa tersebut dirujuk ke rumah sakit dan tak lama berselang meninggal dunia. Berbagai respons bermunculan, mulai dari berduka, menyesalkan cara mendidik, mempertanyakan peran pemerintah dalam dunia pendidikan dan kesehatan, hingga ketakutan untuk melakukan squat jump.

Menurut analisis pribadi penulis, ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi yang berujung pada kematian. Tentunya hasil yang lebih pasti akan ada ketika hasil otopsi dan telaah dari para ahli telah dikeluarkan. Dalam ringkasan medis tindakan emergensi dari rumah sakit tercantum diagnosis utama adalah penurunan kesadaran akibat gangguan elektrolit dan demam yang kemungkinan akibat tifus dengan diagnosa banding trauma pada lever serta pembengkakan pada paha kanan akibat trauma.

Bisa jadi siswa menderita penyakit yang belum terdeteksi sebelumnya misalnya penyakit jantung, paru, pembuluh darah, dll dan gejala baru timbul ketika tubuh dipaksa bekerja lebih keras dari biasanya. Squat jump termasuk olahraga yang high intensity, high impact. karena itu, sebelum memulai, sebaiknya konsultasi dengan nakes dulu. Tidak semua orang boleh melakukan squat jump, misalnya ibu hamil, orang yang obes, gangguan jantung, paru, kelemahan pada leher, panggul, dan tungkai bawah, gangguan sendi, dll.

Rambu berikutnya adalah mulai dengan pemanasan, tidak lupa peregangan dan pendinginan. Jika belum terbiasa, awali dengan perlahan, cukup beberapa kali lompatan saja. Jika telah terbiasa, pada latihan berikutnya, repetisi boleh ditingkatkan. Ketika latihan, jika mengalami keluhan seperti nyeri yang tidak biasa, sesak, berdebar, mual, pusing, dll, hentikan latihan dan konsultasikan ke dokter.

Kemungkinan lainnya adalah terjadi keadaan yang disebut rhabdomyolisis. Rhabdomyolisis adalah sekumpulan gejala akibat kerusakan dan kematian jaringan otot rangka. Isi dari jaringan otot yang rusak akan masuk ke pembuluh darah. Tubuh akan berusaha membuangnya melalui ginjal. Jika tidak ditangani, maka akan mengakibatkan gagal ginjal akut, kejang, penurunan kesadaran, hingga kematian.

Gejala dapat berupa nyeri otot, kelemahan dan kesulitan menggerakkan otot, memar, kaku, dan bengkak pada otot, urine berwarna gelap, kecoklatan atau kemerahan seperti air teh, jumlah urine dan frekuensi berkemih menurun, lelah, sakit perut, mual, muntah, demam, gejala dehidrasi, penurunan kesadaran.

Penyebab rhabdomyolisis: cedera berat (terbentur, terjatuh, kecelakaan, tersengat listrik, tersambar petir, luka bakar), otot yang lama tidak digunakan dan tertekan (kelumpuhan, koma), racun dari binatang (ular, serangga), akibat konsumsi narkoba, minuman beralkohol secara berlebihan, efek samping obat (golongan statin, antipsikotik, antidepresan, dll), olahraga berlebihan, hipertermia atau heatstroke, infeksi, kelainan metabolik, dan lain-lain.

Rhabdomyolisis sebenarnya jarang terjadi. Pengenalan gejala dan perawatan dini dapat mencegah kematian. Pengobatan meliputi pemberian cairan dan elektrolit serta obat-obatan  untuk membantu pengeluaran toksin dari tubuh. Pada beberapa kasus dibutuhkan cuci darah dan operasi.

Penulis: dr. Santi/Health Management Specialist Corporate HR Kompas Gramedia