Pameran ini juga memperkenalkan kembali pangan lokal yang mulai terlupakan. Misalnya karya “Hanjeli, Keragaman Pangan Alternatif Non-Beras” oleh Karyono Apic yang menggambarkan Coix lacryma-jobi var. ma-yuen (hanjeli), serta Amorphophallus paeoniifolius (suweg) oleh Prima Milawati. Melalui ilustrasi botani yang presisi, karya-karya ini memadukan ketepatan sains dan estetika visual.
“Seni dan sains. Paduan dua kutub yang berlainan arah, tetapi dapat nyaman tampil elok dalam karya seni botani,” ujar seniman botani dan salah satu pendiri IDSBA yang juga menjadi juri dalam proses seleksi, Jenny A. Kartawinata.
Pengunjung juga dapat menikmati lebih dari 1.200 karya digital dari 30 lebih negara yang tergabung dalam Botanical Art Worldwide 2025. Karya-karya ini menggambarkan keanekaragaman tumbuhan dari berbagai belahan dunia dalam kategori pangan, sandang, papan, obat, dan energi.
GM Bentara Budaya & Communication Management Kompas Gramedia Ilham Khoiri menyatakan, “pameran ini memberikan dua pengalaman utama bagi pengunjung, yaitu sajian visual yang estetis dari seni botani, dan dorongan untuk mengenal serta mencintai keragaman flora Nusantara sebagai kekayaan hayati yang perlu dijaga.”
Komisaris Utama Kebun Raya (PT. Mitra Natura Raya) Ery Erlangga turut menyampaikan, “karya-karya seni botani dalam pameran ini menyajikan narasi mendalam tentang hubungan manusia dan alam, perjalanan ilmu pengetahuan, serta keindahan yang sering kali luput di tengah hiruk-pikuk zaman.”
Proses seleksi karya melibatkan juri lintas disiplin yakni, Kurator Pameran dan Pengajar ISI Yogyakarta Kurniawan Adi Saputro, Ph.D., Botaniwan BRIN Dr. Destario Metusala, M.Sc., dan Seniman sekaligus Editor Referensi Botani Jenny A. Kartawinata.