Kartun "Timun" yang Meningkatkan Imun
Ada tiga orang berbaring di atas tempat tidur berjejer. Satu pakai penutup kepala warna hitam dengan dua kuping tegak. "Saya Batman", katanya. Di sampingnya, tergolek seorang dengan rambut ikal sedikit terurai di dahi dan bilang, "Saya, Superman". Tak kalah, satu orang lagi, kepala botak dan bermasker menukas, "Kami semua isoman."
Rupanya suasana psikologis itu yang ditangkap Rahmat Riyadi, yang kemudian dituangkan dalam kartun strip Timun. Pembaca harian Kompas yang melihat karya itu tersenyum getir. Kalau kebetulan saat itu sedang menjalani isoman, daya ledakan humornya bisa lebih
Ada banyak kartun Timun di harian Kompas yang merespons berbagai kenyataan yang sakit, pahit, atau menggemaskan di Indonesia. Kenyataan itu bisa terkait masalah sosial, politik, ekonomi, atau budaya. Atas semua itu, kartun Timun mengomentari, mengejek, atau membuat tiruan (imitasi) atas kenyataan yang disimpangkan sehingga menjadi semacam plesetan, olokan, lelucon, atau humor. Semua itu dapat disebut sebagai parodi.
Lantas, adakah manfaat parodi bagi kehidupan sehari-hari? Tentu saja, ada. Parodi dapat menjaga akal sehat dalam menghadapi berbagai problem kehidupan. Lewat parodi, kita diajak untuk mengambil jarak atau jeda sejenak dari peristiwa sehari-hari, kemudian memikirkan ulang semua yang terjadi, dan akhirnya memaknainya dengan perspektif yang lebih produktif.
Ambil contoh kartun "isoman" pada awal tadi. Ledekan "isoman" yang disejajarkan dengan "Batman" atau "Spiderman" dapat menurunkan kadar kegentingan menghadapi wabah. Bukan berarti kita serta merta menurunkan kewaspadaan atau mengendorkan penerapan protokol kesehatan. Pandemi tetap diterima sebagai kenyataan yang perlu diantisipasi secara cermat.
Namun, saat bersamaan, kita jangan sampai kehilangan ruang untuk "tertawa." Bersikap humoris saat pandemi juga penting agar kita dapat menjaga daya imun (tahan) dari tekanan psikologis. Jika terlalu suntuk dirundung sisi negatif, kita akan kesulitan menemukan sisi positif yang menggembirakan. Kartun Timun menawarkan keseimbangan.
Sindiran Timun tentang sampah di ponsel menarik sebagai sentilan agar kita lebih mewaspada terhadap banyaknya kabar bohong di internet. Kita perlu lebih melek media sosial sehingga tak mudah percaya dengan kabar-kabar sensasional. Semua informasi di media sosial mesti disaring sebelum kita "sharing" (bagikan) kepada orang lain.
Dorongan untuk menjadi "bijaksana" dalam merespons kenyataan itu diterima publik dengan asyik karena disampaikan lewat bahasa visual kartun. Karakter Timun mudah diingat: bertubuh gemuk, kepala bulat, tanpa hidung. Kadang dimunculkan karakter suami yang didampingi seorang istri dan anak (Terong). Komentar mereka yang spontan, bebas, dan jujur kerap mengejutkan.
Reaksi awal publik saat melihat karakter-karakter kartun Timun umumnya merasakan sesuatu yang lucu, humor, segar, dan menggembirakan. Namun, jika diselami lebih dalam, kita tak hanya tertawa, menertawakan keadaan, atau menertawakan diri sendiri, tetapi juga berefleksi tentang bermacam masalah. Mungkin tak jelas juga apa solusi yang ditawarkan Timun atas masalah itu. Namun, setidaknya kita semakin menyadari adanya masalah itu dan terdesak untuk mencari jalan keluarnya.
Rahmat Riyadi mampu mengolah kartun Timun menjadi sajian yang demikian asyik karena memang sudah lama menggeluti dunia perkartunan. Pada mulanya, sejak tahun 1976, dia membuat karakter "Tomat" di Majalah "Kawanku." Lalu, tahun 1985, dia dapat kepercayaan untuk mengisi kartun strip (kartun yang diolah dalam beberapa panel adegan gambar) di harian Kompas edisi Minggu. Sejak itu, dia mengembangkan karakter "Timun" dan bertahan sampai sekarang. Artinya, sudah 38 tahun lebih.
Pameran Pameran Tunggal "Parodi Negeri Kami: 38 Tahun Kartun Strip Timun" di Bentara Budaya Jakarta, 16-22 Februari 2023, patut disambut sebagai usaha untuk mendokumentasikan kartun Timun sebagai komik strip di harian Kompas yang hadir menyapa publik selama hampir empat dasawarsa. Kerja kreatif seorang kartunis yang memang patut dihargai di tengah dinamika isu, perubahan zaman, termasuk disrupsi digital yang mengubah pola konsumsi publik terhadap media.
Terima kasih kepada Mas Rahmat Riyadi yang telah bersedia menyiapkan dan menampilkan karya-karyanya. Penghargaan untuk kurator Bentara Budaya, Mas Efix Mulyadi dan Mas Frans Sartono, yang mengkurasi pameran. Salut untuk segenap kru Bentara Budaya yang mengerjakan berbagai persiapan teknis untuk memastikan pergelaran ini terlaksana dengan baik. Untuk publik dan para pengunjung, selamat menikmati.
Salam Kartun,
Bentara Budaya