Info Unit

Info Unit News

FLASH NEWS

Pameran Foto Cerita dari Solo

Yogyakarta, 13 Juli 2023 - Surakarta atau Solo, kota penting bagi peradaban Jawa, tengah  menggeliat. Di bawah kepemimpinan Wali Kota Gibran Rakabuming Raka, pemerintah kota giat  membangun wajah baru kota budaya ini. Solo seolah sedang membangkitkan memori kolektif  sebagai kota budaya.  

Banyak event kebudayaan digelar. Sejumlah situs budaya direvitalisasi. Terakhir, berdiri tugu  keris dari semen cor berlapis perunggu. Pura Mangkunegaran juga berbenah. Terakhir, Pracima  Tuin—Taman Pracima—yang dulunya hanya diperuntukkan bagi keluarga Mangkunegaran, kini terbuka untuk umum.  

Sebanyak 101 foto yang tersaji dalam pameran ini adalah refleksi 15 mahasiswa FISIP Universitas  Atma Jaya (UAJY) atas “perubahan sosial” yang terjadi di kota Solo tersebut. Selama satu bulan  penuh mereka tinggal di Solo, setelah bolak-balik Yogya-Solo untuk melakukan pra-riset. 

Kelima belas mahasiswa tersebut tergabung dalam “Tim Studi Independen Multikulturalisme”,  suatu proyek kolaborasi antara Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) dan FISIP UAJY.  Sekaligus sebagai pelaksanaan program “Merdeka Belajar Kampus Merdeka” (MBKM) dengan  pendekatan proyek. Didukung oleh Kompas Gramedia, Bentara Budaya, Kognisi.id, PT PLN  (Persero), Tanoto Foundation, dan BRI. 

Mahasiswa diajak keluar dari menara gading kampus untuk belajar melihat realitas, sekaligus  berkarya dengan standar profesional. Dengan pendekatan tersebut, mahasiswa dituntut  menghasilkan karya berupa buku foto, film dokumenter, dan pameran foto-video. Apa yang  mereka hasilkan kemudian disajikan kepada publik sebagai pertangunggungjawaban akademis.  

“Proyek ini berawal dari inisiatif “Tiga Pilar Tuk Indonesia” yang digagas Penerbit KPG, kemudian  disambut oleh FISIP UAJY. Inisiatif ini coba menghubungkan kampus, media, dan swasta dalam  kerja-kerja kebaikan bagi Indonesia lewat jalur kebudayaan,” ujar Candra Gautama, Editor Senior  KPG. 

 

Proses Kerja 

Selama proyek berlangsung sejak tengah Januari 2023, mahasiswa dibimbing para mentor. Baik untuk penelitian sosial, videografi, fotografi, penulisan populer, produksi buku, dan produksi  pameran. Mereka terbagi dalam tiga kelompok, tim riset dan penulisan, videografi, dan fotografi.  

Tema besar yang diangkat dalam proyek ini adalah “Silang Budaya di Tanah Raja” dengan lokasi  riset Kota Solo. Sebagai langkah awal, Penerbit KPG dan FISIP UAJY menggelar webinar dengan 

menampilkan kuliah umum Prof. Peter Carey bertajuk “Perbedaan Bisa Dikepangkan” pada 10  Maret 2023. Mereka juga diminta membaca literatur terpilih untuk memperkaya wawasan.  

Dari tema besar tersebut, mahasiswa kemudian diajarkan untuk menurunkan sub-tema riset agar  lebih tajam. Berdiskusi dengan para mentor, mereka lantas menentukan narasumber dan objek  riset. 

Dalam mengurasi foto, mengedit foto dan video, serta membuat narasi dan rencana produksi  pameran—terutama dari aspek artistik—mereka dibantu para mentor dari Penerbit KPG.  

“Dari proses kerja semacam itu, kami mendapat pelajaran penting. Kami dilatih rendah hati  sebagai periset di tengah keterbatasan pengetahuan, waktu, tenaga, dan dana,” ujar Heinrich  Terra, ketua pameran. 

Bambang Kusumo Prihandono, Dekan FISIP UAJY menyatakan, “Pameran ini adalah cara  mengomunikasikan kepada publik hasil riset, terutama riset visual, dengan cara exhibition. Ini  untuk mendekatkan kampus dengan masyarakat.” 

kkkkkkk

Memotret “perubahan sosial”  

Frase perubahan sosial dalam prouek ini diberi beri tanda kutip, karena riset yang dilakukan oleh  Tim FISIP UAJY bukanlah riset mendalam dan komprehensif bertahun-tahaun. Mereka hanya  menangkap secuil perubahan sosial yang terjadi, bak nginceng dari lubang kunci. 

“Kami memilih objek yang dianggap penanda penting perubahan sosial di Kota Solo. Karena itulah  pameran ini—juga buku dan video dokumenter—kami beri judul Cerita dari Solo: Yang Tersua di  Satu Masa,” kata Gabriel Haris, anggota tim video.  

Foto-foto dalam pameran ini disusun sebagai “cerita bergambar”, terbagi dalam tiga bagian.  Untuk mendapatkan narasi, imajinasi, dan “suasana batin”, mahasiswa sengaja memotret satu  objek dengan sejumlah foto.  

Bagian I, “Bagai Bayang-Bayang Masa Silam”, merupakan narasi tentang sisa-sisa kebudayaan  masa lampau yang masih hidup dan dihidupi oleh pelakunya.  

Bagian II, “Meniti Buih Perubahan Zaman”, bercerita tentang upaya dan dinamika Kota Solo  dalam mempertahankan citra sebagai kota budaya yang berakar pada sejarah negeri silang  budaya. Dalam konteks ini, terjadi perbenturan antara legitimizing identity dan project identity di Solo. Patut dicatat, membangun kota budaya berbeda dari membangun branding kota budaya.  Kota budaya senantiasa dihidupi oleh seluruh penghuninya. 

Atas pemikiran tentang kota budaya tersebut, Halim HD, budayawan Solo, mengatakan, “Solo  menghadapi problem tradisi dan kebudayaan seperti kota lain. Dan itu masalah tata ruang.  Segregasi ruang terjadi tanpa ada ruang perantara. Ruang antara inilah yang menciptakan  kebudayaan bersama.”

Mangkunegara X mengakui bahwa Solo masih stagnan sebagai kota budaya. “Seni budaya perlu  pengembangan, tetapi sesuai akarnya. Pengembangan seperti apa, itu yang harus dipikirkan.  Memang cukup stagnan di Solo, butuh proses, waktu dan keaktifan. Terutama di pusat budaya  seperti Mangkunegaran,” ujarnya 

Bagian III, “Menimba Kebijaksanan Leluhur”, berkisah tentang upaya keraton merevitalisasi  perannya sebagai pusat kebudayaan Jawa. Kita tahu, keraton adalah locus penting pendidikan  kebudayaan di Jawa selain pesantren dan perguruan di desa-desa. 

Pameran foto ini, yang dibuka oleh budayawan Romo Sindhunata SJ, sekali lagi, hanyalah satu  kepingan puzzle tentang perubahan sosial di Solo. Satu kepingan yang dipotret oleh mahasiswa,  yang tersua di satu masa.