Rabu, 27 September 2023. Pukul 06.00, para personel Penyelaras Bahasa dan tim Sunting harian Kompas/Kompas.id sudah berkumpul di depan Bentara Budaya Jakarta. Pagi itu, kami punya acara istimewa: piknik. Tujuan kami adalah trekking ke Curug Love di kawasan Sentul, Bogor, Jawa Barat. Adapun tema acaranya adalah Trekking Sambil Healing ”Jalan Cerita Lintas Alam”.
Diwarnai sedikit ”drama”, Manajer Departemen Produksi Dewi Indriastuti tertahan di kereta komuter yang mengalami gangguan listrik, akhirnya rombongan berangkat dari Jakarta pada pukul 06.20. Padahal, diagendakan rombongan cus ke Sentul teng pukul 06.00. Janji panitia bahwa bus akan sunyi selama perjalanan agar peserta bisa istirahat sebelum trekking dimulai ternyata palsu belaka.
Mendadak muncul Supervisor Penyelaras Bahasa Didik “Mang Sawer” Durianto yang memandu kuis berhadiah saweran uang tunai. Suasana sontak menjadi riuh dan meriah. Peserta berebut untuk menjawab aneka pertanyaan, mulai dari yang lucu, menggelitik, sampai garing, bahkan di luar nalar yang bikin peserta kezel.
“Sate apa yang paling besar?” Demikian salah satu pertanyaan yang dilemparkan oleh Mang Sawer yang punya slogan “Semakin Disawer Makin Terkewer-kewer”, sambil mengibas-ngibaskan selembar uang lima puluh ribu rupiah.
“Sate kambing.” “Sate sapi,” demikian jawaban yang diberikan sejumlah peserta sambil berteriak berharap jawaban benar dan didengar Mang Sawer.
“Salah, bukan itu jawaban yang Mang Sawer mau. Nyerah? Nyerah?”
“Jawabannya adalah sate lilit Bali.”
“Uuuuuu,” peserta kompak menyoraki Mang Sawer.
Penjelasan Mang Sawer, “Iya, kan, sate ngelilit Bali, kan gede.”
Singkat cerita, sampai di area parkir Jungle Land. Kami sudah disambut oleh tim event organizer (EO) dari Pancar Trekking Sentul. Kami dijemput dengan mobil pikap untuk menuju titik start trekking. Terombang-ambing sejenak di mobil pikap yang melaju di jalan sempit dan naik turun, sampailah kami di titik start.
Setelah melakukan ice breaking dan peregangan, kami bergegas memulai trekking. Dengan penuh semangat kami, yang kompak berseragam kaus dan topi dari tim Marcomm Kompas yang dipimpin Tarrence Pallar, menempuh jalan naik turun, sesekali melewati sungai, kebun kopi, rumah warga, dan juga hutan bambu. Udara segar tanpa polusi kami hirup dalam-dalam, tidak boleh disia-siakan. Tak terhitung pula berapa kali kami berhenti untuk foto-foto dengan pemandangan yang menyejukkan mata. Bahkan ada yang sempat membuat video joget-joget “Cikini Gondangdia” untuk konten Tiktok-nya.