Saat ini, tingginya jumlah angkatan kerja di Indonesia telah menciptakan pasar yang terlalu kompetitif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah angkatan kerja per Februari 2020 mencapai 137,91 juta orang, angka tersebut naik sebanyak 1,73 juta orang dibanding Februari 2019. Salah satu akibatnya, tidak semua orang dapat terserap oleh dunia kerja. Hal inilah yang kemudian membuat banyak orang berkali-kali mengalami penolakan dalam proses melamar kerja.
Penolakan tersebut sering kali dimaknai sebagai kegagalan oleh sebagian besar orang dan menganggap dirinya tidak cukup kompeten dibandingkan orang lain. Namun, bukan hanya itu, kegagalan mendapatkan pekerjaan juga dapat disebabkan oleh berbagai faktor tambahan. Salah satunya adalah rasa gengsi dan keinginan untuk bekerja di perusahaan papan atas. Poin ini disampaikan oleh Chief Empathy Officer (CEO) Happy5.co Doni Priliandi dalam webinar persembahan Kognisi bertajuk “Boost Creativity by Learning to Deal with Failure” pada 2 Oktober 2020 lalu.
Di hadapan hampir 200 peserta, Doni menyampaikan kisahnya yang memiliki keinginan diterima oleh perusahaan yang dipandang ‘keren’ karena pengaruh gengsi dan lingkungan. Dalam perjalanan, ia malah mendapatkan pelajaran yang berharga dan mengarahkannya ke jalur yang lebih sesuai dengan minat dan tujuan hidupnya. “I guess we need to reframe the failure itself. Kalo kita gagal masuk perusahaan-perusahaan keren, seperti udah akhir dari dunia, seperti hidup kita gagal. Karena saat ini kita (masih) mendefinisikan kalau gak masuk perusahaan yang paling keren, kita merasa diri gagal dan akhirnya mengecap diri sebagai failure,” jelas Doni.
Reframing Failure dan Kenali Diri
Dalam pemaparannya, Doni menegaskan bahwa belum berhasil masuk perushaan yang dianggap papan atas atau ‘keren’ bukanlah sebuah kegagalan, tetapi sebuah proses untuk mengenali diri lebih baik. Oleh karena itu, perlu untuk memandang sebuah kegagalan dari sisi yang lain, karena semua orang memiliki kekuatan (strength), minat (passion), dan tujuan (purpose) yang berbeda.
“Waktu kita gagal ataupun belum menemukan kekuatan (strength), minat (passion), dan tujuan (purpose), kita akan meniru career path orang lain. Tapi, tidak semua orang dilahirkan untuk menjadi Management Trainee (MT) di sebuah bank, di perusahaan FMCG, atau di perusahaan keren lainnya. Once we know more about ourselves, kita jadi lebih punya kejelasan (clarity) tentang arah hidup kita mau ke mana,” paparnya.
Dalam mengelaborasi pemaparannya, Doni juga menjelaskan sebuah formula yang dapat membantu menemukan pekerjaan yang sesuai. Menurutnya, tujuan (purpose) adalah campuran dari kekuatan (strength) yang bertemu dengan kebutuhan pasar. Mengingat kebutuhan pasar sangat beragam, diperlukan juga minat (passion) untuk membantu menentukan dalam bidang apa diri kita paling cocok. Sebagai contoh, Doni kembali menceritakan kisahnya ketika sempat bekerja di sebuah perusahaan konsultan asal Amerika Serikat yang cukup bergengsi. Namun, karena tidak adanya minat (passion) di bidang tersebut, ia tetap merasa pekerjaannya kurang cocok. Penting untuk lantas merefleksikan diri, apakah gengsi dan terlihat ‘keren’ saja dapat memenuhi tujuan hidup (purpose) atau tidak.
Berhenti berkompetisi dengan orang lain
Pekerjaan yang kurang cocok dengan kekuatan (strength) dan minat (passion) pada akhirnya akan membuat individu tidak nyaman menjalaninya. Lalu, bagaimana solusinya? “Caranya cuma satu, yaitu experiment. Cobain langsung. Kekuatan (strength) dan minat (passion) itu hanya diri kita sendiri yang dapat mengecek. Seperti misalnya jika kita melakukan sesuatu yang kita sangat sukai, memikirkannya siang dan malam, dapat mencari solusi dari masalah yang dihadapi, jika kita kerjakan rasanya waktu berlalu sangat cepat, dan actually you create something yang meaningful,” jelas Doni.
Sebagai penutup, Doni juga kembali menekankan untuk tidak membandingkan career path kita dengan orang lain, karena semua orang memiliki kekuatan yang berbeda. “Kita punya pertandingan yang berbeda, kita hanya bisa berkompetisi dengan diri sendiri, bukan orang lain. Sukses untuk orang lain, belum tentu sukses untuk diri kita,” tutupnya.
Kognisi adalah produk turunan Growth Center, yang merupakan platform berbasis edukasi persembahan Kompas Gramedia yang dibangun pada Mei 2019. Kognisi secara periodik juga mengadakan webinar yang terbuka untuk publik. Informasi lebih lanjut mengenai webinar Kognisi selanjutnya bisa langsung mengunjungi akun Instagram @kognisikg dan situs learning.kompasgramedia.com (khusus karyawan Kompas Gramedia). Selamat belajar, Kogi Friends! Stay safe, healthy, and sane! (*)
Penulis: Aurina Indah Tiara | Editor: Sulyana Andikko | Ilustrator: Elvira Tantri