Menurut saya, Pak Jakob itu pemimpin yang rendah hati dan semanak. Beliau termasuk memiliki ingatan tinggi tentang para karyawannya. Saya masuk KG tahun 1976 dan diangkat pada 1977 di bagian Keamanan. Tahun 1982 saya bertugas di Posko sampai 1986, lalu pada 1986–1993/4 di Divisi Perbekalan, tahun 1993/4 sampai 2008 di Divisi Majalah.
Bila bertemu saya di mana saja, Pak Jakob selalu tanya, “Mas masih di Cakung?” Maksud beliau, apakah saya masih kerja di Cakung (gudang kertas Tipar Cakung ). Saat itu baru dimulai proyek pembangunan gudang kertas rol (kertas koran). Kebetulan saya bertugas sebagai pengawas proyek mewakili Divisi Perbekalan. Setelah proyek itu selesai, saya bertugas di bagian impor. Saya bertugas di Cakung hingga tahun 1993, menjadi pelaksana inklaring kertas rol koran dan ekspor hasil PT Penjalindo. Mungkin itulah ingatan beliau tentang saya, sehingga setiap kali bertemu, pertanyaannya selalu sama, “Mas masih di Cakung?”
Mungkin pula ingatannya tentang Cakung ditambah dengan pengalamannya nyasar saat suatu kali hendak berkunjung ke Cakung. Saya dengar cerita ini dari Pak Madjid, sopir pertama Pak Jakob. Saat mengantar Pak Jakob ke Cakung, ia salah belok kiri di pertigaan setelah jalan bypass ke Pasar Ular. Alhasil, mereka malah berputar-putar dan baru sampai lokasi beberapa jam kemudian.
Terakhir bertemu Pak Jakob ketika saya sudah bertugas di Divisi Majalah. Waktu syukuran penempatan Gedung Gramedia di Jalan Panjang 8A Kebon Jeruk, 26 Agustus 1995, beliau bersama Mbak Evy Fajari dan jajaran pimpinan serta undangan yang lain berkeliling meninjau. Kabag Umum kala itu, Sunarto (almarhum), dan saya sebagai staf bagian umum mengkoordinir petugas sekuriti di Jalan Panjang 8A. Saya siaga di dekat pintu masuk dan menyambut beliau. Seperti biasa, saya memberi salam dan beliau menjawab, “Selamat pagi, Mas, masih di Cakung?” Saya jawab bahwa kala itu saya sudah bertugas di majalah.
Dari pengalaman saya beberapa kali berinteraksi dengan beliau, saya berkesimpulan Pak Jakob itu berpembawaan kalem tapi penuh wibawa. Beliau direktur utama perusahaan besar tapi berpenampilan sederhana, murah senyum, dan mau membalas sapaan karyawan tanpa melihat jabatan. Istilah lainnya, “nguwongke”... memanusiakan manusia. Kalaulah saat ini beliau masih ada dan kami bertemu lagi lalu bertanya, “Mas, masih di Cakung?”, saya akan jawab, “Sejak 2008 sudah jadi warga PPKG, Pak.”
(Suhardjoko/P20812154)