Info KG

>

#CumadiKG

#CumadiKG

Seabad P.K. Ojong: Warisan Nilai dan Jejak Karya Salah Satu Perintis KG

AGATHA TRISTANTI

Corporate Branding Analyst - Dipublikasikan

Lima puluh tujuh tahun silam, P.K. Ojong dan Jakob Oetama sepakat menerbitkan majalah Intisari yang lantas menjadi cikal-bakal Kompas Gramedia. Berawal dari goresan tinta, Kompas Gramedia terus berkembang hingga kini menjadi perusahaan multi-industri. Mungkin tak banyak dari kita, Karyawan KG generasi sekarang, yang sempat mengenal Pak Ojong secara langsung. Ia berpulang mendadak pada pagi hari 25 Juli 1980, 40 tahun silam. Namun, tak kenal bukan berarti tak tahu. Jejak karya dan warisan nilainya masih terus kita jumpai dalam hidup sehari-hari bahkan hingga 100 tahun sejak kelahirannya (25 Juli 1920).

Karakter pemimpin yang jujur, sederhana, teliti, dan pekerja keras melekat kuat pada sosok P.K. Ojong. Menurutnya, hasil kerja yang baik hanya dapat dicapai dengan kedisiplinan, dapat dipercaya, dan kerja sama. Prinsip dan nilai hidup Pak Ojong sepatutnya diwarisi karyawan Kompas Gramedia lintas generasi.

Jujur adalah yang utama Bagi Pak Ojong, kejujuran adalah prioritas pertama dalam menilai karyawan, yang tidak memenuhi harapan langsung dipecat. Ia selalu menanyakan uang kembalian membeli barang karena di situlah ia menekankan tanggung jawab. Jumlahnya mungkin tidak seberapa, tapi menurutnya uang itu harus dikembalikan dulu. Bahwa selanjutnya uang tersebut akan diberikan kepada petugas yang membeli, itu masalah lain.

Sederhana “Tangkai kacamata yang itu-itu juga. Potongan rambut yang itu-itu juga. Baju juga kadang kedodoran,” komentar Jakob Oetama tentang kesederhanaan PK Ojong. Meski sudah menjadi pemimpin perusahaan, Pak Ojong tak segan menumpang mobil boks ekspedisi.

Hemat PK Ojong selalu marah kalau dibelikan kopi yang agak mahal atau makanan kecil berlebihan untuk kudapan di kantor.

Cermat Pengeluaran sekecil apa pun untuk keperluan kantor harus diperhitungkan dan dimasukkan bon pengeluaran. Business is business.

Detail PK Ojong selalu membawa buku saku ke mana-mana untuk mencatat kegiatan sehari-hari. Tidak hanya rencana harian, tetapi juga tempat yang didatangi, cuaca hari itu, menu makanan, juga uang yang dikeluarkan. Catatan ini tidak hanya membantu pelaksanaan rencana tetapi juga membantu ingatan.

100 th ojong 05

Gemar membaca Setiap kembali dari luar negeri, Pak Ojong selalu membeli buku hingga punya perpustakaan pribadi di rumahnya. Visi membuka Toko Buku Gramedia berawal dari kecintaannya membaca buku.

Mendorong literasi Tujuan Toko Buku Gramedia didirikan salah satunya untuk menyediakan bahan bacaan bermutu bagi para wartawan Kompas. Nama Gramedia adalah hasil kreasinya, yang berarti Grafika Media. Saat toko lain pada masa itu melarang anak-anak membaca buku di dalam toko, Pak Ojong justru mengizinkan anak-anak membaca buku di Toko Buku Gramedia karena ia ingin mendorong mereka gemar membaca. Itulah sebabnya sampai sekarang kita sering melihat anak-anak membaca buku di selasar rak-rak Gramedia Store. Pak Ojong juga sering mengirimi buku-buku untuk tahanan politik yang sealiran dengannya maupun tidak.

Peduli pendidikan dan menghargai intelektualitas Pak Ojong yakin akan pentingnya memiliki anak buah yang pandai. Ia memberi kesempatan kepada anak buahnya untuk berkembang dan senang apabila anak buahnya bersemangat menanggapi kesempatan yang diberikan kepadanya. Menurutnya, penting untuk membentuk kader-kader yang bisa menggantikan pemimpin-pemimpin lama. Dengan demikian, kalau pemimpin perusahaan/departemen tidak ada lagi, perusahaan/departemen tetap bisa berjalan tanpanya. Pak Ojong juga bergabung dengan perhimpunan sosial Candra Naya dan ikut mendirikan Universitas Tarumanagara.

Belajar hal baru untuk mengembangkan diri Pak Ojong yang senang humaniora sewaktu menjadi pemimpin umum Kompas Gramedia berusaha memahami manajemen dan ilmu hitung-hitungan. Dalam pandangannya, pucuk pimpinan perlu memiliki kombinasi dari dua ciri, yakni kearifan intuitif (intuitive wisdom) dan pengetahuan praktis (practical knowledge).

Cek fakta Pak Ojong tidak hanya mendengar laporan, tetapi langsung melihat di lapangan.

quotes sebad p k ojong 03

Mengutamakan kesejahteraan bersama Pak Ojong menetapkan uang makan dari bos sampai pesuruh jumlahnya sama. Ia kerap mentraktir karyawan yang bekerja di sif malam telur rebus dan kacang hijau untuk membantu menjaga kesehatan mereka. Tradisi ini terus berjalan di Kompas Gramedia berupa pembagian telur atau susu bagi karyawan percetakan atau redaksi yang bertugas di sif malam. Profesi wartawan yang rentan stres juga menjadi perhatian. Karena itulah, lahirlah Wisma Pacet dan Wisma Karang Bolong sebagai tempat rekreasi pelepas penat bagi wartawan atau karyawan KG lainnya.

Membela orang kecil dan tertindas Rubrik Kompasiana yang Pak Ojong tulis di Harian Kompas menjadi alatnya memberi saran dan mengkritik pemerintah pada masa itu serta membela yang tertindas. Keberpihakannya pada kaum papa dan teraniaya jugalah yang mendorongya untuk menyokong pendirian Lembaga Bantuan Hukum (LBH), sekarang YLBHI.

Peduli sesama Selain menjadi wartawan, Pak Ojong juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial untuk kesejahteraan orang-orang kurang mampu. Ia enggan mengeluarkan uang untuk menyumbang pesta perkawinan, tapi ia tak segan mengeluarkan jutaan dolar untuk mendukung kegiatan sosial yang menolong banyak orang miskin.

Menghargai orang kecil Sebagai pimpinan perusahaan, Pak Ojong tak menolak saat ditawari makan dan diajak makan bersama oleh karyawan biasa. Sambil makan, Pak Ojong senantiasa memberi dukungan dan apresiasi bagi karyawan atas kinerja mereka. Ia sering datang ke percetakan pada malam hari atau ke redaksi untuk menyapa langsung karyawan di lapangan, dari kalangan pesuruh sampai pimpinan yang ditemui.

Bergaul dengan semua kalangan Semasa hidup, Pak Ojong punya klub diskusi bersama aktivis muda pada masanya: Soe Hok Djin—yang kemudian menjadi Arief Budiman—dan Soe Hok Gie, Soedjatmoko, Rosihan Anwar, Ong Hok Ham, dan lain-lain. Pak Ojong juga ikut membantu para sastrawan pada masa itu—Mochtar Lubis, Zaini, Taufiq Ismail, dan Arief Budiman—menerbitkan Majalah Horison yang khusus memuat dunia sastra.

Berbeda pendapat itu wajar Pak Ojong dan Jakob Oetama adalah dua sosok perintis KG yang saling melengkapi. Mereka tak selalu sependapat dan sejalan. Namun, saat kesepakatan bersama sudah diputuskan, maka semua akan menjalankannya secara baik dan profesional.

Cinta lingkungan Satu hal yang bisa mengalihkan Pak Ojong dari buku adalah tanaman. Ia senang menikmati kehijauan dan pengetahuannya tentang tanaman sangat luas. Bunga favoritnya adalah bougenville. Beberapa kali ia menulis tentang pohon dan bunga dalam rubrik Kompasiana. Ia sangat kesal ketika pepohonan di depan Toko Buku Indira di Jalan Kebo Sirih ditebangi. Sewaktu Rumah Sakit Sumber Waras baru didirikan, halamannya masih gundul. Pak Ojong-lah yang mondar-mandir mencari bibit pohon untuk ditanam dan berkonsultasi dengan para ahli. Sekarang halaman itu sudah teduh dinaungi pohon lindung.

Dalam kesibukannya sebagai pemimpin perusahaan, Pak Ojong masih punya waktu untuk berbincang tentang pohon dan penghijauan Kota Jakarta dengan Kepala Dinas Pertanian. Gagasannya tentang penghijauan Jakarta disambut baik Gubernur DKI Jakarta masa itu, Ali Sadikin, yang lantas berkawan dengan Pak Ojong.

Kenapa Pak Ojong begitu senang bertanam pohon? Mungkin sedari awal ia punya kesadaran bahwa menanam pohon bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk dinikmati anak cucunya kelak. Pohon bungur di halaman kantor Kompas Gramedia Palmerah Selatan adalah salah satu pohon yang ia tanam. Kitalah yang menikmati apa yang ditanam Pak Ojong dulu. 

Cinta budaya Indonesia PK Ojong gemar mengoleksi hasil karya seniman Indonesia. Ia menganjurkan kebiasaan membeli lukisan sebagai investasi agar para pelukis itu bisa hidup dan dapat turut mengharumkan nama Indonesia di seluruh dunia. Bentara Budaya didirikan dengan mengemban misi bahwa KG jangan cuma menulis soal budaya/budayawan melalui usaha medianya, tetapi hendaknya ikut melestarikan seni rakyat dengan memberi panggung bagi para seniman terpinggir.

100 th ojong 06

Riwayat Hidup Singkat P.K. Ojong

P.K. Ojong lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat pada 25 Juli 1920 dengan nama Auw Jong Peng Koen, dari pasangan Auw Jong Pauw dan Njo Loan Eng Nio. Ia anak nomor delapan dari sebelas bersaudara. Ayahnya berasal dari Pulau Kin Men atau Quemoy, wilayah Taiwan di lepas pantai Kota Xiamen, Fujian yang lantas merantau dan membuka perdagangan tembakau di Payakumbuh, Sumatera Barat. Pada masa itu, hanya ada 10 unit mobil di Kota Payakumbuh, salah satunya milik Keluarga Auw Jong Pauw.

Sejak dini, Auw Jong Pauw menanamkan nilai kesederhanaan, jujur, dan ketekunan kepada anak-anaknya. Meski mampu membelikan sepatu yang tren pada masa itu, tahun 1920-an, Auw Jong Pauw memilih membelikan sepatu model kuno tetapi lebih awet untuk mendidik P.K. Ojong kecil. Auw Jong Pauw meninggal pada 4 Oktober 1933 saat P.K. Ojong baru memasuki masa remaja.

Untuk meringankan beban keuangan keluarga, P.K. Ojong merantau ke Batavia (kini Jakarta) dan melanjutkan sekolah di Hollandsche Chineesche Kweekschool (HCK) – Sekolah Guru Tionghoa di daerah Jatinegara. Setelah lulus pada Agustus 1940, ia menjadi guru di Sekolah Hollandsch Chineesche Broederschool (HCB) St Johannes Berchmans, kini Sekolah Budi Mulia, di Jalan Mangga Besar Raya.

Tahun 1946 P.K. Ojong memulai karier sebagai wartawan di surat kabar harian Keng Po dan mingguan Star Weekly. Sambil bekerja, ia meneruskan sekolah di Recht Hooge School, kini Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dan meraih gelar sarjana hukum pada 1951. Pada tahun itu pula ia diangkat menjadi pemimpin redaksi majalah Star Weekly sampai majalah itu diberangus penguasa masa itu pada Oktober 1961.

Tahun 1963, P.K. Ojong bersama Jakob Oetama menerbitkan majalah bulanan Intisari dengan semangat membuka wawasan masyarakat Indonesia yang kala itu masih sangat terbatas aksesnya untuk informasi-informasi dari luar. Semangat mencerahkan bangsa masih terus menjadi api Kompas Gramedia dalam menjalankan bisnis hingga kini, lebih dari setengah abad kemudian. (*, dirangkum dari berbagai sumber)

*Biografi lengkap P.K. Ojong dapat dibaca di buku Hidup Sederhana Berpikir Mulia oleh Helen Ishwara, terbitan Penerbit Buku Kompas.