Insight Kognisi

>

Technical

Technical

Pasca-Pandemi: Ujian Bagi Brand dalam Memahami Perilaku Konsumen

Ibu SULYANA ANDIKKO ANDIKKO

HR Expertise Specialist - Dipublikasikan

Sejak awal tahun 2020 hingga detik ini, masyarakat masih berperang menghadapi situasi yang penuh ketidakpastian. Pandemi Covid-19 menjadi fenomena yang meresahkan banyak golongan masyarakat dan berpengaruh ke hampir seluruh aspek kehidupan, tak terkecuali pelaku bisnis. Namun, di balik kesulitan itu semua, hal ini juga bisa menjadi momentum bagi brand untuk mempersiapkan strategi baru demi mempertahankan eksistensinya agar tetap relevan di mata konsumen. 

Perubahan tatanan hidup baru akan aktivitas atau mobilitas masyarakat di kala dan bahkan pascapandemi tentu memengaruhi perilaku mereka dalam mengonsumsi barang dan jasa. Karena itu, langkah penting yang perlu dilakukan brand adalah posisikan diri sebagai ‘manusia’ sambil memahami perubahan perilaku konsumen. Perilaku tersebut mencakup kurun waktu selama masa pandemi dengan berlakunya regulasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), begitu pula dengan keadaan setelahnya. Saat ini brand ibarat sedang diuji kemampuannya dalam memahami dan memenuhi kebutuhan konsumen sekaligus bertahan di tengah krisis dengan strategi penjualan yang baik dan relevan dengan industri masing-masing. Lalu, apa saja tindakan yang harus dilakukan brand?

Pertanyaan besar ini menjadi bahasan utama dalam webinar Kognisi Kompas Gramedia yang bertajuk “Consumer Insights: What’s Next”. Consumer Behavior Lead LinkAja Muhammad Irfan Agia didaulat menjadi pembicara pada webinar ini dan dimoderasi oleh Chief Marketing Officer KG Media Dian Gemiano. Acara yang diselenggarakan selama kurang lebih 2 jam pada Jumat, 22 Mei 2020 lalu disambut antusiasme luar biasa dengan kehadiran 170 peserta dari publik maupun karyawan Kompas Gramedia.

Peran krusial brand yang adaptif

Agia menggambarkan COVID-19 sebagai ‘musuh tak kasat mata’, karena pada dasarnya kita bukan hanya belum tahu cara untuk memberantasnya tapi juga kapan berakhirnya. Keadaan yang serba tak pasti menjadikan sebagian besar konsumen seperti kehilangan kendali. Contoh nyatanya adalah saat berita tentang virus korona melanda, masyarakat berbondong-bondong ke pusat perbelanjaan dan memborong (baca: menimbun) kebutuhan sehari-hari, atau populer dengan istilah panic buying. Tindakan tersebut merupakan bentuk hasrat bertahan hidup yang disebabkan oleh rasa takut (fear) dan cemas (anxiety) berlebihan. Selain itu, dengan penerapan PSBB yang membatasi ruang gerak masyarakat dan operasional mal, tren belanja online juga menjadi pilihan masyarakat selama pandemi melanda. 

"Sekarang (masa pandemi), kita dituntut untuk membeli kebutuhan primer secara online, dan setelah dicoba, ternyata konsumen menganggap bahwa konsumsi secara online memang akan terasa lebih mudah dan lebih aman," jelas Agia.

Hasil riset Edelman Trust Barometer 2020 menunjukkan bahwa brand berperan penting dalam memenangkan perang melawan pandemi. Mayoritas orang menganggap brand lebih mudah mendapat kepercayaan masyarakat dibandingkan pemerintah karena kemampuannya untuk menyentuh segala aspek, dan sifatnya lebih agile (lincah). Tindakan brand terhadap situasi krisis ini sangat krusial karena menjadi hal yang pertama kali dilihat konsumen. Saat konsumen memandang bahwa sebuah brand kurang menunjukkan rasa peduli atau simpati, maka hal ini akan perlahan mengikis kepercayaan konsumen. Seiring berjalannya waktu, konsumen pun akan beralih untuk menginvestasikan rasa percaya mereka pada brand lain yang lebih bersimpati pada keadaan.

Dengan demikian, Agia menjelaskan selama pandemi penting bagi brand untuk menghadirkan konten yang relevan sekaligus menempatkan kontekstual konten itu. Brand dapat berperan sebagai pengantar pesan baik ke audiens dengan konten-konten yang membangun suasana hati (mood) positif, suportif, dan juga edukatif. 'People over profit' adalah ungkapan yang perlu dipegang teguh oleh brand untuk tetap bertahan. Caranya dengan bersikap solider dengan turut membantu sesuai kapasitas apa yang khalayak (tidak harus konsumen) alami di saat sulit ini.

Brand dalam menghadapi tatanan hidup baru

Tatanan hidup baru akan berangsur berjalan setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Indonesia berakhir, begitu pula dalam halnya interaksi di dunia bisnis. Maka dari itu, bisnis perlu melakukan analisis komprehensif tentang perilaku konsumen selama dan setelah pandemi agar dapat menghadirkan nilai tambah. 

Beberapa hal yang perlu dilakukan misalnya dengan memaksimalkan kegiatan transaksi online bersamaan dengan offline agar ekspektasi dan pengalaman konsumen tetap berjalan beriringan. Kemudian, pengalihan budget dan strategi pemasaran (marketing). Intinya adalah tentang bagaimana cara brand meraih kesempatan baru dengan mempelajari perilaku konsumen mereka agar lebih antisipatif terhadap kebutuhan mereka di masa mendatang. 

“Pada akhirnya, brand yang sustain (bertahan) itulah yang akan keluar sebagai pemenang karena kemampuan mereka dalam beradaptasi dengan situasi,” tutur Agia di akhir presentasinya. 

Kognisi adalah ​platform berbasis edukasi khusus untuk karyawan Kompas Gramedia dengan berbagai pilihan materi dan kelas. Informasi lebih lanjut mengenai Kognisi dan webinar (dapat diakses publik) selanjutnya bisa langsung mengunjungi akun Instagram @kognisikg dan juga situs learning.kompasgramedia.com khusus karyawan Kompas Gramedia. Selamat memburu ilmu, Kogifriends! ​Stay safe and stay sane!

 

Penulis: Brigitta Valencia Bellion;  Editor: Sulyana Andikko